Bapak Chairul Tanjung sebagai tokoh yang bergerak dibidang ekonomi, bisnis, dan politik memberikan pidato tentang "Budaya entrepreneurship diperlukan untuk merubah budaya instansi pemerintah dari yang awalnya distigmakan birokratis, gemuk, dan tidak efisien menjadi instansi yang melayani, efisien, dan berorientasi pada hasil" di acara Rapat Koordinasi Badan Layanan Umum Tahun 2016.

Berikut hal yang disampaikan oleh Bapak Chairul Tanjung pada acara tersebut :

Bangsa Indonesia patut berbangga diri bahwa ranking ease of doing business (DB) Indonesia meningkat dari ranking 106 tahun lalu menjadi ranking 91 tahun ini dari 190 negara yang disurvei. Tapi tahukah kita bahwa ternyata dari unsur-unsur yang dinilai yang rata-rata capaiannya naik itu ada unsur yang capaiannyajustru turun yaitu item “dealing with construction permits”. Ini PR bagi kita bersama bahwa masih ada masalah birokrasi yang harus kita pecahkan bersama.

Badan Layanan Umum (BLU) merupakan instansi pemerintah yang dikelola ala bisnis berlandaskan hubungan quasi-contractual dengan kementerian/lembaga, yang dipercaya untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Sebuah praktik yang juga berkembang luas di mancanegara yang dikenal dengan agensifikasi (agencification). Kementerian/lembaga tetap bisa memastikan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan layanan melalui penetapan target yang jelas dan terukur kepada BLU. Kita akan melihat apakah fitur-fitur yang ada pada BLU memberikan ruang yang cukup bagi berkembangnya budaya entrepreneurship.

Untuk menanamkan budaya entrepreneurship pada Instansi Pemerintah, harus melibatkan serangkaian proses, diantaranya :

A.Recruit

Instansi pemerintah harus merekrut talent-talent terbaik untuk merubah mental birokrasi dari dilayani menjadi melayani

Ciri-ciri berikut ketika mengidentifikasi entrepreneurial-minded talents untuk di-hire oleh instansi pemerintah:

·Memiliki visi

·curiosity

·an ownership mentality, dan

·the ability to take risks, tidak hanya sekedar risk taker tetapi juga kemampuan untuk membuat keputusan yang cermat, bijaksana dan didasarkan pada bukti (risks to drive growth).

2.Pengangkatan chief executive dan pegawai yang terbuka, kompetitif, dan berdasar kompetensi.

BLU features:

  1. Chief Executives BLU dapat berasal dari profesional non-PNS
  2. Pemimpin BLU memiliki kewenangan mengangkat profesional (non-PNS) berdasar kompetensi dan sesuai kebutuhan

B.Inovate

Memperbaiki proses lama adalah inovatif. Budaya inovasi akan muncul dalam instansi yang tidak dikekang atau kaku dengan aturan (rule-based). Dibutuhkan fleksibilitas untuk tumbuhnya inovasi pada instansi pemerintah.

1.Seringkali perbaikan kecil memiliki dampak besar dan profitable.

·Contoh: Optimalisasi aset dan optimalisasi kas menjadi alternatif pendanaan baru bagi instansi pemerintah. Pemerintah harus berinovasi untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik tanpa perlu membebankan biaya yang besar kepada masyarakat.

·Sangat tidak beralasan layanan tidak tersedia karena alasan proses revisi anggaran yang lama.

2.Harus siap dipandang “gila” untuk mengembangkan entrepreneurial mindset;


BLU features:

BLU memungkinkan inovasi untuk berkembang karena memiliki fleksibilitas yang tidak dimiliki oleh instansi pemerintah biasa, yaitu:

  • Pengelolaan aset baik terkait tugas pokok (core business-nya) maupun tidak, kecuali untuk penghapusan/pelepasan aset (PMK 136/PMK.05/2016 tentang Pengelolaan Aset Pada BLU)
  • Penempatan idle cashpada instrumen berisiko rendah (Pasal 16 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)
  • Bisa melakukan investasi jangka panjang (penyertaan modal, pemilikan obligasi untuk jangka panjang, dan investasi langsung) atas ijin Menteri Keuangan (Pasal 16 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)
  • Sampai saat ini belum ada BLU yang memperoleh ijin dari Menteri Keuangan untuk berinvestasi jangka panjang meskipun ada BLU yang memerlukannya.
  • Pengangkatan profesional non-PNS sesuai kebutuhan (Pasal 33 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)
  • Pengembangan sistem remunerasi oleh BLU dan penetapan remunerasinya cukup oleh Menteri Keuangan, instansi pemerintah biasa remunerasi ditetapkan dalam PP dan Perpres (Pasal 36 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)
  • Penentuan harga jual (tarif)layanan oleh Menteri Keuangan dengan kemungkinan didelegasikan kepada menteri teknis/BLU, sedangkan instansi pemerintah biasa tarif ditetapkan dalam PP (Pasal 6 PP 23/2005 jo. PP 74/2012 & PMK 100/PMK.05/2016 tentang Pedoman Penyusunan Tarif Layanan BLU)
  • Pengelolaan piutang (Pasal 17 PP 23/2005 jo. PP 74/2012 & PMK 230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang BLU)
  • Pengelolaan utang, kecuali utang jangka panjang (Pasal 18 PP 23/2005 jo. PP 74/2012 & PMK 77/PMK.05/2009 tentang Pengelolaan Pinjaman pada BLU)
  • Sampai saat ini belum ada BLU yang memperoleh ijin dari Menteri Keuangan untuk berutang jangka panjang meskipun ada BLU yang sudah berinisiatif mencari pendanaan jangka panjang terutama untuk infrastruktur fisik yang tidak tersedia dananya dari APBN.
  • Perencanaan(Pasal 10-13 PP 23/2005 jo. PP 74/2012 & PMK 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran BLU)
  • Kewenangan menetapkan standar biaya sendiri (Pasal 10 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)
  • Belanjadapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang, flexible budget (Pasal 15 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)
  • Menetapkan ketentuan pengadaan barang/jasayang sumber dananya selain dari APBN (Pasal 20 PP 23/2005 jo. PP 74/2012 & PMK 08/PMK.02/2006)
  • Praktiknya, sangat sedikit BLU yang “berani” menetapkan sendiri ketentuan pengadaan barang dan jasa di luar ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah karena ketentuan dalam PMK Nomor 08/PMK.02/2006 yang mengharuskan terpenuhinya syarat “bila terdapat alasan efektivitas dan efisiensi” dipandang tidak cukup kuat dan jelas, meskipun kebutuhan ada.
  • Kewenangan untuk mengelola surplus (Pasal 29 PP 23/2005 jo. PP 74/2012)

C.Incentivize

Skema yang dibangun dengan penghargaan (reward) dan pengakuan (recognition) akan mendorong inovasi.

Bangun budaya menghargai (reward) dan mengakui (recognition)

·Highlight innovative thinking pada setiap meeting yang melibatkan seluruh pegawai.

·Ketika ide seseorang dihargai, rekan-rekannya akan termotivasi untuk mengembangkan ide.

·Contoh di Google, programmer tidak hanya mendapatkan reward finansial, mereka akan mendapat a round of applause dari rekan-rekan sekerja setelah mereka mempresentasikan idenya. Perusahaan lain menggunakan social-employee recognition platform yang memungkinkan rekan sekerja untuk menyapa dan menghargai secara online.

Remunerasi berdasarkan performance-based pay

·Bedakan insentif untuk yang berprestasi. Remunerasi sebagai alat untuk menerapkan reward and punishment

·Sistem penilaian kinerja harus dibangun

BLU features:

  1. Remunerasi BLU berdasarkan performance-based pay – sebagai alat untuk menerapkan reward and punishment.
  2. Pemimpin BLU memiliki kewenangan untuk membangun sistem penilaian kinerja – remunerasi.

(Pasal 36 PP 23/2005 jo. PP 74/2012 & PMK 10/PMK.02/2006 jo. PMK 73/PMK.05/2007 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU)

D .Empower

Bangun lingkungan kerja yang memberdayakan (empower) untuk mendorong inovasi.

  1. Berikan kesempatan pada pegawai untuk mencoba dan gagal : Make it safe to share ideas & Give employees a voice
  2. Proses yang tidak mudah, tetapi resiko yang lebih besar adalah tidak berinovasi sama sekali
  3. Mengakui ide yang bagus berarti memberdayakan pegawai untuk eksperimen, berani mengambil risiko dan mengenal peluang.

BLU features:

oPenyelesaian kerugian pada BLU yang tidak membedakan secara tegas antara kerugian yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum/kecurangan/kelalaian dan kerugian normal secara bisnis merupakan disinsentif bagi konsep empower (Pasal 24 PP 23/2005 jo. PP 74/2012).

B.Train

Pelatihan akan menyatukan pegawai dan membuat mereka bertanya “bagaimana kita bisa menjadi lebih baik?”

1.Learn about entrepreneurs

2.Berikan pegawai kesempatan untuk bertanya dan dorong proses kreatif untuk memunculkan ide-ede kreatif

C.Continuous effort

1.The work of building a company’s culture never ends

2.Benchmarking dengan industri sejenis untuk mencapai best practice dan menjalin hubungan berkelanjutan (networks of relationship)


Conclusion

A.Review of Main Points:

Menanamkan budaya entrepreneurship pada Instansi Pemerintah, terutama BLU, melibatkan serangkaian proses:

a.Recruit

b.Innovate

c.Incentivize

d.Empower

e.Train

f.Continues Effort

B.Restate Thesis

Budaya entrepreneurship diperlukan untuk merubah budaya instansi pemerintah dari yang awalnya distigmakan birokratis, gemuk, dan tidak efisien menjadi instansi yang melayani, efisien, dan berorientasi pada output.

C.Closure

Untuk mewujudkan konsep BLU sebagai instansi pemerintah yang berwajah bisnis, diperlukan lingkungan yang kondusif bagi berkembangnya inovasi dan budaya entrepreneurship di BLU. Tanpa lingkungan yang mendukungnya, slogan BLU dikelola sesuai dengan praktik bisnis yang sehat hanyalah tinggal konsep tidak bermakna. Beberapa fitur-fitur BLU yang perlu digarisbawahi karena kurang/tidak mendukung budaya entrepreneurship adalah:

1.Belum adanya aturan yang tegas tentang konsep kerugian normal karena bisnis dan konsep kerugian negara karena melanggar hukum/kelalaian berpotensi menghambat inovasi.

2.BLU masih belum memiliki kewenangan untuk memiliki utang dan investasi jangka panjang.

3.Belum adanya aturan yang jelas kapan BLU boleh menyusun pedoman pengadaan barang dan jasa sendiri.