Dalam sebuah diskusi bersama rekan-rekan pemerhati BLU, muncul pertanyaan dari penanya yang mencuri perhatian dan sulit untuk saya abaikan.

Apakah BLU dapat didirikan jika alasan pendiriannya hanyalah sebagai collecting unit dan paying agent? Pertanyaan ini terkait dengan Skema KPBU (Kerja sama Pemerintatah dan Badan Usaha). Dalam skema ini, BLU kerap diwacanakan pembentukannya agar dapat menerima pendapatan dan melakukan pembayaran kepada Badan Usaha padahal seharusnya BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada Masyarakat?

Pertanyaan di atas bukan pertanyaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau pihak lain yang punya kewenangan untuk menyatakan benar atau salah atas dibentuknya BLU. Tapi pertanyaan itu diajukan oleh orang yang memiliki pemahaman yang mumpuni mengenai BLU. Sesungguhnya, pertanyaan ini merupakan salah satu kritik terhadap keberadaan BLU dalam berbagai diskusi yang selama ini saya hadiri.

Saat menerima pertanyaan itu, saya merasa berkepentingan untuk memberi jawaban dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Pertanyaan di atas bisa saja diubah menjadi “Apakah ada BLU yang hanya dibentuk untuk menjalankan KPBU?”

Dalam menjawab pertanyaan diskusi tersebut, Saya sampaikan bahwa, 1) Tidak ada BLU yang pendiriannya hanya sebagai collecting unit dan paying agent; 2) Tidak ada BLU yang pendiriannya hanya untuk memenuhi skema KPBU. Selanjutnya, saya berpendapat bahwa BLU tidak bisa didirikan jika motivasinya hanya salah satu atau bahkan kedua hal tersebut.

Karena ini adalah pertanyaan diskusi, maka akan muncul pertanyaan lebih lanjut dengan merujuk pada BLU yang sudah ada. Misalnya, Bagaimana halnya dengan BLU BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi)?

Pertanyaan ini secara lisan sering disampaikan kepada para penggiat dan pemerhati (?) ke-BLU-an.

Penjelasan saya mengenai pertanyan ini adalah :

BAKTI didedikasikan bukan sekedar untuk melakukan pemungutan iuran atau kontrbusi dari pihak ketiga (?) dan kemudian melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atas jasanya menyediakan fasilitas infrastrustur telekomunikasi (?) seperti yang disangkakan banyak orang. Secara ringkas, BAKTI mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) dan penyediaan infrastruktur layanan telekomunikasi dan informatika sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, KPU merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi infrastruktur telekomunikasi pada daerah-daerah terpencil yang secara keekonomian tidak menarik minat pihak penyelenggara telekomunikasi seluler. Atau dengan kata lain, tidak menguntungkan bagi penyelenggara seluler karena membangunan basis bisnis di daerah yang jumlah pengguna layanan telekomunikasi masih sangat terbatas. Selain itu, untuk; membuka jaringan telekomunikasi seluler di suatu wilayah, penyedia layanan memerlukan BTS (base transmitter system) yang merupakan salah satu infratruktur telekomunikasi seluler yang biaya pengadaannya terbilang mahal.

Mandat selaku pengelolaan KPU berimplikasi pada proses diterimanya ‘kontribusi’ berupa sejumlah dana dari penyelenggara telekomuniasi oleh BAKTI. Bersamaan dengan kontribusi tersebut, pemerintah dalam hal ini BAKTI, memiliki kewajiban untk menyediakan infrastruktur teknologi yang tidak disediakan oleh penyelenggara telekomuniskasi.

Adanya Hak (menerima kontribusi) dan Kewajiban (menyediakan infrastrukur) bagi Negara yang dapat dinilai dengan uang sebagaimana yang terjadi dalam pengelolaan KPU dapat kita definisikan sebagai Keuangan Negara. Adapun Tata kelola Keuangan Negara diatur degan Undang-undang sebagimana diamanahkan dalam konstitusi. Selanjutnya Keberadaan negara diwakili BAKTI yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Mengapa BLU?

Implementasi Hak dan Kewajiban Negara yang dapat di nilai dengan uang, diatur sedemikian rupa dalam UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Terkait dengan tema diskusi kita, maka kita akan kaitkan dengan keberadaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negar(APBN) yang merupakan manisfestasi dari Keuangan Negara. APBN, di dalamnya berisi pendapatan negara ( wujud dari hak Negara) dan belanja Negara (imlementasi dari kewajiban Negara).

Melalui UU, BAKTI yang merupakan bagian dari pemerintah (negara) telah mendapat hak untuk mengelola kontribusi dari penyelenggara telekomunikasi dan bersamaan dengan itu ber- kewajiban untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi.

BLU adalah pilihan yang memungkinkan bagi BAKTI untuk bisa menjalankan hak dan kewajiban yang diamanahkan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi.

(Mengapa tidak didanai sebagaimana negara menyelenggarakan kewijaban-kewajiban lainnya? Jawabannya akan dibahas dalam kesempatan berbeda).

Kepada yang ingin lebih memahami BLU dapat menyimak presentasi saya di sini dan tulisan saya di sini.

KPBU

Berdasarkan Perpres 38 tahun 2015 tentang KPBU (Kerja sama Pemerintatah dan Badan Usaha), tujuan dari KPBU antara lain : Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KPBU adalah salah satu alternatif yang dapat dipilih pemerintah dalam rangka penyediaan infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah. Di dalam konsep KPBU, keterlibatan Badan Usaha bukan saja sebagai penyedia barang dan jasa (dalam konteks pengadaan barang dan jasa pemerintah), namun juga dalam penyediaan dana yang diperlukan dan bahkan termasuk penyiapan kelembagaan atas infrastruktur yang dihasilkan.

Selanjutnya, dapat dipahami juga bahwa untuk melaksanakan KPBU tidak harus didahului dengan pembentukan BLU karena substansi dari KPBU adalah Kerjasama dalam penyediaan infrastruktur, bukan dalam kaitannya dengan kelembagaan pengelolaan keuangan nya.

Lalu pertanyaan berikutnya adalah, “apakah BLU bisa melakukan KPBU?

Menurut saya, BLU pada dasarnya adalah unjung tombak dari Kementerian/Lembaga dalam mencapai tujuannya sesuai ketentuan perundangan. Dimana KPBU dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga, maka tentu saja tugas tersebut bisa didelegasikan kepada BLU.